Friday, September 21, 2018

HAKIKAT ILMU DALAM AL-QURAN MAKALAH


BAB I
PEMBAHASAN
A.      Latar Belakang
          Al-Qur’an adalah mukjizat islam yang abadi dimana semakin maju pengetahuan, semakin tampak validitas kemukjizatannya. Allah Swt menurunkannya kepada Nabi Muhammad SAW. Demi membebaskan manusia dari kegelapan hidup menuju cahaya Illahi, dan membimbing mereka ke jalan yang lururs. Rasulullah menyampakannya kepada para sahabatnya sebagai penduduk asli arab yang sudah tentu dapat memahami tabiat mereka. Jika terdapat sesuatu yang kurang jelas bagi mereka tentang ayat-ayat yang mereka terima, mereka langsung menanyakan kepada Rasulullah. Diantara kemurahan Allah terhadap manusia ialah Dia tidak saja menganugerahkan fitrah yang suci yang dapat membimbingkan kepada kebaikan bahkan juga dari masa ke maa mengutus seorang Rasul yang membawa kitab sebagai pedoman hidup dari Allah, mengajak manusia agar beribadah kepada-Nya semata. Menyampaikan kabar gembira dan memberika peringatan agar tidak ada alasan bagi manusia untuk membantah Allah setelah datangnya para Rasul.
B.       Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan ilmu dalam al-Qur’an?
2.    Bagaimana hakikat ilmu dalam al-Qur’an?
3.    Bagiamana kaitannya tafsir al-Qur’an surah al-Mujadalah : 11, Thaha: 114, an Naml : 15, al-Qashah : 14 ?
C.      Tujuan Penulisan
1.      Menjelaskan pengertian tentang ilmu..
2.     Menjelaskan hakikat ilmu dalam al Qur’an.
3.     Menjelaskan kaitannya tentang hakikat ilmu dari tafsir beberapa surah dalam al Qur’an (surah al-Mujadalah : 11, Thaha: 114, an-Naml : 15, al-Qashah : 14).


BAB II
PEMBAHASAN
A.  Pengertia ilmu dalam al-Qur’an
Kata ilmu secara bahasa berarti kejelasan. Oleh karena itu, segala bentuk yang berasal dari akar kata tersebut selalu menunjuk kepada kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai bentuk dan derifasinya terulang 854 kali dalam Al-Quran. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. ‘Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Perhatikan misalnya kata ‘alam (bendera), ‘ulmat (bibir sumbing), ‘a’lam (gunung-gunung), ‘alamat (alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Sekalipun demikian, kata ini berbeda dengan ‘arafa (mengetahui)’ a’rif (yang mengetahui), dan ma’rifah (pengetahuan). Allah SWT. Tidak dinamakan a’rif’ tetapi ‘alim, yang berkata kerja ya’lam (Dia mengetahui), dan biasanya Al-Qur’an menggunakan kata itu untuk Allah dalam hal-hal yang diketahuinya, walaupun gaib, tersembunyi, atau dirahasiakan. Perhatikan objek-objek pengetahuan berikut yang dinisbahkan kepada Allah: ya’lamu ma yusirrun (Allah mengetahui apa yang mereka rahasiakan), ya’lamu ma fi al-arham (Allah mengetahui sesuatu yang berada di dalam rahim), ma tahmil kullu untsa (apa yang dikandung oleh setiap betina/perempuan), mafianfusikum (yang di dalam dirimu), ma fissamawat wa ma fil ardh (yang ada di langit dan di bumi), khainat al-’ayun wa ma tukhfiy ash-shudur (kedipan mata dan yang disembunyikan dalam dada). Demikian juga ‘ilm yang disandarkan kepada manusia, semuanya mengandung makna kejelasan.
Dalam pandangan al-Qur’an bahwasanya seseorang yang mempunyai ilmu akan diangkat derajatnya sesuai dengan firman Allah:
zN¯=tæur tPyŠ#uä uä!$oÿôœF{$# $yg¯=ä. §NèO öNåkyÎztä n?tã Ïps3Í´¯»n=yJø9$# tA$s)sù ÎTqä«Î6/Rr& Ïä!$yJór'Î/ ÏäIwàs¯»yd bÎ) öNçFZä. tûüÏ%Ï»|¹ ÇÌÊÈ   (#qä9$s% y7oY»ysö6ß Ÿw zNù=Ïæ !$uZs9 žwÎ) $tB !$oYtFôJ¯=tã ( y7¨RÎ) |MRr& ãLìÎ=yèø9$# ÞOŠÅ3ptø:$# ÇÌËÈ  
31. Dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman: "Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!"
32.  Mereka menjawab: "Maha suci Engkau, tidak ada yang Kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[35]."
[35] Sebenarnya terjemahan hakim dengan Maha Bijaksana kurang tepat, karena arti hakim Ialah: yang mempunyai hikmah. Hikmah ialah penciptaan dan penggunaan sesuatu sesuai dengan sifat, guna dan faedahnya. di sini diartikan dengan Maha Bijaksana karena dianggap arti tersebut hampir mendekati arti Hakim.
Berbicara tentang ilmu pengetahuan dalam hubungannya dengan al-Qur’an, ada persepsi bahwa al-Qur’an itu adalah kitab ilmu pengetahuan. Persepsi ini muncul atas dasar isyarat-isyarat al-Qur’an yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dari isyarat tersebut sebagian para ahli beurpaya membuktikannya dan ternyata mendapatkan hasil yang sesuai dengan isyaratnya, sehingga semakin memperkuat persepsi tersebut.
Jika berangkat dari asumsi dasar bahwa al-Qur’an itu adalah wahyu, sementara wahyu sangat erat hubungannya dengan masalah jiwa dan perilaku manusia yang dominan bersifat psikis/psikologis. Dalam hal ini maka hubungan al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan tidaklah hanya sekedar diukur dengan banyaknya ditemukan ilmu pengetahuan yang berasal dari penyimpulan ayat, bukan pula dengan menunjukkan kebenaran teori ilmiah terhadap isyarat ayat. Akan tetapi pembahsan tersebut hendaknya diletakkan pada proporsi yang lebih tepat sesuai dengan kemurnian dan kesucian al-Qur’an.
Hubungan antara al-Qur’an dan ilmu pengetahuan, harus diletakkan proporsi bahwa dari isyarat ayat-ayat al-Qur’an, tidak ada ayat yang menghalangi tuntutan serta merintangi kemajuan ilmu pengetahuan, tetapi justru sebaliknya. Sebagai contoh firman Allah:
ö@è% ¨bÎ) În1u äÝÝ¡ö6tƒ s-øÎh9$# `yJÏ9 âä!$t±o âÏø)tƒur £`Å3»s9ur uŽsYò2r& Ĩ$¨Z9$# Ÿw tbqßJn=ôètƒ ÇÌÏÈ  
36. Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyempitkan (bagi siapa yang dikehendaki-Nya). akan tetapi kebanyakan manusia tidak Mengetahui".
Dalam ayat tersebut al-Qur’an menganjurkan agar manusia menggunakan akal fikirannya untuk mencapai hasil yang dicita-citakan. Inilah iklim baru yang dibentuk oleh al-Qur’an dalam langkah mengembangkan akal fikiran manusia serta menyingkirkan hal-hal yang dapat menghalangi kemajuannya. Orgennya ilmu pengetahuan dalam kehidupan manusia, baik individu maupun sosial, al-Qur’an memberikan pertanyaan yang merupakan ujian bagi manusia. Firman Allah:
ô`¨Br& uqèd ìMÏZ»s% uä!$tR#uä È@ø©9$# #YÉ`$y $VJͬ!$s%ur âxøts notÅzFy$# (#qã_ötƒur spuH÷qu ¾ÏmÎn/u 3 ö@è% ö@yd ÈqtGó¡o tûïÏ%©!$# tbqçHs>ôètƒ tûïÏ%©!$#ur Ÿw tbqßJn=ôètƒ 3 $yJ¯RÎ) ㍩.xtGtƒ (#qä9'ré& É=»t7ø9F{$# ÇÒÈ  
9. (apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
Ayat-ayat inilah yang membentuk iklim baru dalam masyarakat muslim yang dapat mendorong kemajuan ilmu pengetahuan. Pembentukan iklim ilmiah jauh lebih penting dari teori ilmiah itu sendiri, karena tanpa terwujudnya iklim ilmiah, maka teori ilmiah tidak akan terwujud dan terbumikan. Sejarah telah mencatat tokoh ilmiah yang harus mengorbankan nyawanya disamping fikirannya hanya untuk membumikan teori ilmiah yang ia temukan.
Al-Qur’an adalah wahyu dan petunjuk bagi umat manusia untuk menemukan kesentosaan hidup, baik secara fisik maupun psikis, baik di alam real maupun dialam ghaib nanti memberikan dorongan kepada manusia agar menggunakan akal fikirannya.



B.   Hakikat ilmu dalam al-Qur’an

Hakikat Ilmu Dalam al-Qur’an Dalam proposal komprehensif ilmu pengetahuan, di samping al-Qur’an menekankan penelaahan terhadap fenomena-fenomena alam dan insani dengan menggunakan indera dan empiris, juga mengutuhkan penelaahan ini dengan perenungan dan penalaran rasional yang, pada akhirnya, semua itu jatuh dalam rangkulan agama. Dengan memperhatikan kedalaman dimensi ketuhanan dari fenomena alam dalam kaitannya dengan kekuatan pencipta, al-Qur’an menempatkan ilmu yang diperoleh dari indera, empiris, akal, iman dan takwa sebagai fasilitas manusia dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan diri. Definisi yang dipilih oleh Murtadha Muthahari untuk esensi ilmu dalam pandangan al-Qur’an adalah mengenal ayat yang, atas dasar itu, seluruh alam merupakan ayat dan tanda kebesaran Allah SWT. Allamah Ja’fari mengenalkannya dengan nama “pengetahuan pengingat”. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an telah membuka jalan menyingkap ayat dan kesan-kesan Ilahi dengan mengajak manusia untuk menelaah sejarah, alam, dan dirinya sendiri. Dengan begitu, maka di samping meningkatnya level ilmu dalam mengenal berbagai hubungan dan relasi antar fenomena di alam ini, al-Qur’an akan menguak lapisan-lapisan terdalam pengetahuannya melalui pengenalan akan hubungan berbagai fenomena dan tanda-tanda dengan makna fundamental keberadaan dan mengarahkan manusia ke jalan kebahagiaan dan keselamatan. Allamah Thabathabai mendefinisikan esensi ilmu dalam sastra bahasa al-Qur’an demikian, “Pada prinsipnya, ilmu dalam bahasa al-Qur’an adalah keyakinan pada Allah SWT. Dan ayat-ayat-Nya”. Pada tempat lain, ia beliau menulis, “Al-Qur’an menyerukan ilmu-ilmu ini dengan syarat menjadi penuntun kepada kebenaran dan hakikat, mengandung pandangan dunia hakiki yang menempatkan ketuhanan berada di atasnya. Jika tidak demikian, maka ilmu yang digagas untuk menggairahkan manusia dan mencegahnya dari kebenaran dan hakikat, dalam kamus al-Qur’an, adalah sinonim dengan kebodohan. Demikian pula al-Ghazali dalam Ihya’ Ulum al-Din dan al-Kasyani dalam Mahajjat al-Baydha’ mengenalkan ilmu dengan definisi demikian, “Ilmu juga digunakan pada Allah SWT. Ayat-ayat-Nya, dan perbuatan-Nya terhadap hamba-Nya dan makhluk-Nya.” Para peneliti berusaha keras mendeskripsikan teori ilmu dalam al-Qur’an, akan tetapi perlu dicatat bahwa dalam al-Qur’an, kata ilmu tidak dipergunakan dalam bentuk jamak, karena ilmu tidak lebih dari satu, yaitu pengenalan akan Allah SWT. Efek-Nya dan tanda-tanda-Nya yang tak terhingga dan tampak bertebaran di alam eksternal dan alam internal manusia, dan alat pengantarnya adalah mengenal ayat yang mengelola segenap fasilitas pengetahuan manusia dalam rangka memenuhi dan mencapai tujuan penciptaan dan mengawal maju manusia secara teoretis dan praktis. “Al-Qur’an mengenalkan ilmu dan yakin sebagai tujuan penciptaan, sedangkan ibadah sendiri diungkapkan sebagai tujuan menengah, karena dalam surah al-Dzariat, Allah SWT. berfirman, “Tidak Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah”, dan dalam surah Al-Hijr berfirman, “Dan sembahlah Tuhanmu sampai yakin datang kepadamu.” Karena itu, walaupun ibadah merupakan tujuan, akan tetapi tujuan terutama adalah yakin, yakni pengetahuan yang terjaga dari kesalahan dan perubahan.
C.    Kaitannya Tafsir al-Quran surah al Mujadalah : 11, Thaha: 114, an Naml : 15, al Qashah : 14S
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãZtB#uä #sŒÎ) Ÿ@ŠÏ% öNä3s9 (#qßs¡¡xÿs? Îû ħÎ=»yfyJø9$# (#qßs|¡øù$$sù Ëx|¡øÿtƒ ª!$# öNä3s9 ( #sŒÎ)ur Ÿ@ŠÏ% (#râà±S$# (#râà±S$$sù Æìsùötƒ ª!$# tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä öNä3ZÏB tûïÏ%©!$#ur (#qè?ré& zOù=Ïèø9$# ;M»y_uyŠ 4 ª!$#ur $yJÎ/ tbqè=yJ÷ès? ׎Î7yz ÇÊÊÈ  
11. Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
 Tafsir Yang Berhubungan Dengan Hakikat Ilmu Dalam al-Qur’an 1. Tafsir ayat ke 11 surah al-Mujadalah. Artinya : “Hai orang-orang beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: “Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. Penjelasan Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan membenarkan Rasul-Nya, apabila dikatakan kepadamu, berikanlah kelapangan di dalam majlis Rasulullah SAW. Atau di dalam majlis peperangan, berikanlah olehmu kelapangan niscaya Allah akan melapangkan rahmat dan rezeki-Nya bagimu di tempat-tempatmu di dalam surga”. Para sahabat berlomba berdekatan dengan tempat duduk Rasulullah SAW Telah dikeluarkan oleh Ibnu Abu Hatim dari muqatil, dia berkata: Adalah Rasulullah SWT. Pada hari jum’at ada shuffah, sedang tempat itu pun sempit. Beliau menghormati orang-orang yang ikut perang Badar, baik mereka itu Muhajirin maupun Anshar. Maka datanglah beberapa orang diantara mereka itu, diantaranya Tsabit Ibnu Qais. Mereka telah didahului orang dalam hal tempat duduk. Lalu mereka pun berdiri dihadapan Rasulullah SAW. Kemudian mereka mengucapkan “Assalamualaikum wahai Nabi Wa Rahmatullahi Wa Barakatuh ” Beliau menjawab salam mereka. Kemudian mereka menyalami orang-orang dan orang-orang pun menjawab salam mereka. Mereka berdiri menunggu untuk diberi kelapangan bagi mereka, tetapi mereka tidak diberi kelapangan. Hal itu terasa berat oleh Rasulullah SAW. Lalu Beliau mengatakan kepada orang-orang yang ada di sekitar beliau, “berdirilah engkau wahai Fulan, berdirilah engkau wahai Fulan. Beliau menyuruh beberapa orang untuk berdiri sesuai dengan jumlah mereka yang datang. Hal itu pun tampak berat oleh mereka, dan ketidakenakan Beliau tampak oleh mereka. Orang-orang munafik mengecam yang demikian itu dan mengatakan, “ Demi Allah, dia tidaklah adil kepada mereka. Orang-orang itu telah mengambil tempat duduk mereka dan ingin berdekatan dengannya. Tetapi dia menyuruh mereka berdiri dan menyuruh duduk orang-orang yang datang terlambat.” Maka turunlah ayat itu. Berkata Al-Hasan, adalah para sahabat berdesak-desak dalam majlis peperangan apabila mereka berbaris untuk berbaris untuk berperang, sehingga sebagian mereka tidak memberikan kelapangan kepada sebagian yang lain karena keinginannya untuk mati syahid. Dan dari ayat ini kita mengetahui: 1. Para sahabat berlomba-lomba untuk berdekatan dengan tempat duduk Rasulullah SAW. Untuk mendengarkan pembicaraan beliau, karena pembicaraan beliau mengandung banyak kebaikan dan keutamaan yang besar. Oleh karena itu maka beliau mengatakan, “hendaklah duduk berdekatan denganku orang-orang yang dewasa dan berakal diantara kamu.” 2. Perintah untuk memberi kelonggaran dalam majlis dan tidak merapatkannya apabila hal itu mungkin, sebab yang demikian ini akan menimbulkan rasa cinta di dalam hati dan kebersamaan dalam mendengar hukum-hukum agama. 3. Orang yang melapangkan kepada hamba-hamba Allah pintu-pintu kebaikan dan kesenangan, akan dilapangkan baginya kebaikan-kebaikan di dunia dan di akhirat. Ringkasnya, ayat ini mencakup pemberian kelapangan dalam menyampaikan segala macam kepada kaum muslimin dan dalam menyenangkannya. Apabila kamu diminta untuk berdiri dari majlis Rasulullah SAW. Maka berdirilah kamu, sebab Rasulullah SAW. Itu terkadang ingin sendirian guna merencanakan urusan-urusan agama atau menunaikan beberapa tugas khusus yang tidak dapat ditunaikan atau disempurnakan penunaiannya kecuali dalam keadaan sendiri. Apabila kamu diminta untuk berdiri dari majlis Rasulullah SAW. Maka berdirilah kamu, mereka telah menjadikan hukum ini umum sehingga mereka mengatakan apabila pemilik majlis mengatakan kepada siapa yang ada di majlisnya, “berdirilah kamu” maka sebaiknya kata-kata itu diikuti. Allah meninggikan orang-orang mukmin dengan mengikuti perintah-perintah-Nya dan perintah Rasul, khususnya orang yang berilmu diantara mereka derajat-derajat yang banyak dalam hal pahala dan tingkat-tingkat keridhaan. Ringkasnya, sesungguhnya wahai orang mukmin apabila salah seorang diantara kamu memberikan kelapangan bagi saudaranya ketika saudaranya itu datang atau jika ia disuruh keluar lalu ia keluar, maka hendaklah ia tidak menyangka sama sekali bahwa hal itu mengurangi haknya. Bahwa yang demikian merupakan peningkatan dan penambahan bagi kedekatannya di sisi Tuhannya. Allah Ta’ala tidak akan menyia-nyiakan yang demikian itu tetapi dia akan membalasnya di dunia dan di akhirat. Sebab barang siapa yang tawadu’ kepada perintah Allah maka Allah akan mengangkat derajat dan menyiarkan namanya. Allah mengetahui segala perbuatanmu. Tidak ada yang samar bagi-Nya, siapa yang taat dan siapa yang durhaka diantara kamu. Dia akan membalas kamu semua dengan amal perbuatanmu. Orang yang berbuat baik dibalas dengan kebaikan dan orang yang berbuat buruk akan dibalas-Nya dengan apa yang pantas baginya atau diampuninya.
n?»yètGsù ª!$# à7Î=yJø9$# ,ysø9$# 3 Ÿwur ö@yf÷ès? Èb#uäöà)ø9$$Î/ `ÏB È@ö6s% br& #Ó|Óø)ムšøs9Î) ¼çmãômur ( @è%ur Éb>§ ÎT÷ŠÎ $VJù=Ïã ÇÊÊÍÈ    
114. Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca Al-Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu[946], dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan."
[946] Maksudnya: Nabi Muhammad SAW. Dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril As. Kalimat demi kalimat, sebelum Jibril As. Selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad SAW. Menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu.
2. Tafsir ayat ke 114 surat Thaha. Artinya : “Maka Maha Tinggi Allah raja yang sebenar-benarnya, dan janganlah kamu tergesa-gesa membaca al-Qur'an sebelum disempurnakan mewahyukannya kepadamu [946], dan Katakanlah: "Ya Tuhanku, tambahkanlah kepadaku ilmu pengetahuan." (Q.S Thaha: 114) Maksudnya: Nabi Muhammad SAW. Dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril As. Kalimat demi kalimat, sebelum Jibril As. selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad SAW. Menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu. Maha suci Allah yang Kuasa untuk memerintah dan melarang. Yang berhak untuk diharapkan janji-Nya dan ditakuti ancaman-Nya, yaitu yang tetap dan tidak berubah dari penurunan al-Qur’an kepada mereka tidak mengenai tujuan yang untuk itu ia diturunkan, yaitu mereka meninggalkan perbuatan maksiat dan melakukan segala ketaatan. Tidak diragukan lagi, ayat ini mengandung perintah untuk mengkaji al-Qur’an dan penjelasan bahwa segala anjuran dan larangan-Nya adalah siasat Ilahiyah yang mengandung kemaslahatan dunia dan akhirat, hanya orang yang dibiarkan oleh Allah lah yang akan menyimpang dari pada-Nya; dan bahwa janji serta ancaman yang dikandungnya benar seluruhnya, tidak dicampuri dengan kebatilan; bahwa orang yang haq adalah orang yang mengikutinya dan orang yang batil adalah orang yang berpaling dari memikirkan larangan-larangan-Nya. Janganlah kamu tergesa-gesa membacanya di dalam hatimu sebelum jibril selesai menyampaikannya kepadamu. Diriwayatkan apabila jibril menyampaikan al-Qur’an Nabi SAW. Mengikutinya dengan mengucapkan setiap huruf dan kalimat, karena beliau khawatir tidak dapat menghafalnya. Maka beliau dilarang berbuat demikian karena barangkali mengucapkan kalimat akan membuatnya lengah untuk mendengarkan kalimat berikutnya. Mengenai hal ini Allah Ta’ala menurunkan firman-Nya: Artinya: “Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) al-Qur’an karena hendak cepat-cepat (menguasainya) [1532]. Sesungguhnya atas tanggungan kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. Apabila Kami telah selesai membacakannya Maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, Sesungguhnya atas tanggungan kamilah penjelasannya. [1532] Maksudnya: Nabi Muhammad SAW. Dilarang oleh Allah menirukan bacaan Jibril As. Kalimat demi kalimat, sebelum Jibril As. Selesai membacakannya, agar dapat Nabi Muhammad SAW. Menghafal dan memahami betul-betul ayat yang diturunkan itu. Ringkasan: dengarkanlah baik-baik dan diamlah ketikka wahyu turun dengan membawa al-Qur’an kepadamu; hingga apabila malaikat selesai membacakannya, maka bacalah sesudahnya. Mohonlah tambahan ilmu kepada Allah tanpa kamu tergesa-gesa membaca wahyu karena apa yang diwahyukan kepadamu itu akan kekal.
ôs)s9ur $oY÷s?#uä yмãr#yŠ z`»yJøn=ßur $VJù=Ïã ( Ÿw$s%ur ßôJptø:$# ¬! Ï%©!$# $uZn=žÒsù 4n?tã 9ŽÏWx. ô`ÏiB ÍnÏŠ$t7Ïã tûüÏZÏB÷sßJø9$# ÇÊÎÈ  
15. Dan Sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang melebihkan Kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman".
 3. Tafsir ayat ke 15 surah an- Naml Artinya: “Dan Sesungguhnya Kami telah memberi ilmu kepada Daud dan Sulaiman; dan keduanya mengucapkan: "Segala puji bagi Allah yang melebihkan Kami dari kebanyakan hamba-hambanya yang beriman". (Q.S An-Naml: 15) Penjelasan Sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Daud dan putranya, Sulaiman As. Sebagian besar ilmu. Kami ajarkan kepada Daud pembuatan baju besi dan pakaian perang, sementara kepada Sulaiman Kami ajarkan bahasa burung dan binatang melata, tasbih gunung, dan lain-lain yang belum pernah Kami berikan kepada seorang pun sebelum mereka. Kemudian mereka bersyukur kepada Allah atas karunia yang dilimpahkan kepada mereka, dan berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah melebihkan kami – dengan kenabian, al-Kitab, serta penundukkan setan dan jin yang diberikan kepada kami atas kebanyakan orang-orang mukmin diantara para hamba-Nya yang belum diberi seperti apa yang diberikan kepada kami.” Ayat ini menunjuk kepada keutamaan ilmu dan kemuliaan pemiliknya. Hal ini tampak, bahwa Daud dan Sulaiman mensyukurinya dan menjadikannya asas keutamaan tanpa memandang sedikit pun kepada yang lainnya, berupa kerajaan besar yang diberikan kepada mereka.
$£Js9ur x÷n=t/ ¼çn£ä©r& #uqtGó$#ur çm»oY÷s?#uä $VJõ3ãm $VJù=Ïãur 4 šÏ9ºxx.ur ÌøgwU tûüÏZÅ¡ósßJø9$# ÇÊÍÈ  
14. Dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan ke-padanya Hikmah (kenabian) dan pengetahuan. dan Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
4. Tafsir ayat ke 14 surah al-Qashah Artinya: ‘dan setelah Musa cukup umur dan sempurna akalnya, Kami berikan kepadanya Hikmah (kenabian) dan pengetahuan. Dan Demikianlah Kami memberi Balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (Q.S Al-Qashash: 14) penjelasan setelah tubuhnya kuat dan akalnya sempurna, maka Kami memberinya pemahaman agama dan pengetahuan tentang syariat. Hal ini ditegaskan oleh Allah di dalam firman-Nya yang lain: Artinya : “dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan Hikmah (sunnah Nabimu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Lembut lagi Maha Mengetahui. Sebagaimana Kami telah memberi balasan kepada Musa atas ketaatannya kepada kami dan memberinya kebaikan atas kesabarannya terhadap perintah Kami, maka demikian pula Kami membalas setiap hamba yang berbuat kebajikan, mentaati perintah dan menjauhi larangan Kami. Setelah memberitahukan persiapan Musa untuk menjadi seorang Nabi, selanjutnya Allah mengemukakan alasan dia hijrah ke madyan dan mendapat berbagai tantangan yang besar.
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Kata ilmu secara bahasa berarti kejelasan. Oleh karena itu, segala bentuk yang berasal dari akar kata tersebut selalu menunjuk kepada kejelasan. Kata ilmu dengan berbagai bentuk dan derifasinya terulang 854 kali dalam Al-Quran. Kata ini digunakan dalam arti proses pencapaian pengetahuan dan objek pengetahuan. ‘Ilm dari segi bahasa berarti kejelasan, karena itu segala yang terbentuk dari akar katanya mempunyai ciri kejelasan. Perhatikan misalnya kata ‘alam (bendera), ‘ulmat (bibir sumbing), ‘a’lam (gunung-gunung), ‘alamat (alamat), dan sebagainya. Ilmu adalah pengetahuan yang jelas tentang sesuatu. Sekalipun demikian, kata ini berbeda dengan ‘arafa (mengetahui)’ a’rif (yang mengetahui), dan ma’rifah (pengetahuan). Allah SWT. Tidak dinamakan a’rif’ tetapi ‘alim, yang berkata kerja ya’lam (Dia mengetahui), dan biasanya Al-Qur’an menggunakan kata itu untuk Allah dalam hal-hal yang diketahuinya, walaupun gaib, tersembunyi, atau dirahasiakan.
Hakikat Ilmu Dalam al-Qur’an Dalam proposal komprehensif ilmu pengetahuan, di samping al-Qur’an menekankan penelaahan terhadap fenomena-fenomena alam dan insani dengan menggunakan indera dan empiris, juga mengutuhkan penelaahan ini dengan perenungan dan penalaran rasional yang, pada akhirnya, semua itu jatuh dalam rangkulan agama. Dengan memperhatikan kedalaman dimensi ketuhanan dari fenomena alam dalam kaitannya dengan kekuatan pencipta, al-Qur’an menempatkan ilmu yang diperoleh dari indera, empiris, akal, iman dan takwa sebagai fasilitas manusia dalam rangka penyempurnaan dan pengembangan diri. Definisi yang dipilih oleh Murtadha Muthahari untuk esensi ilmu dalam pandangan al-Qur’an adalah mengenal ayat yang, atas dasar itu, seluruh alam merupakan ayat dan tanda kebesaran Allah SWT. Allamah Ja’fari mengenalkannya dengan nama “pengetahuan pengingat”. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dalam al-Qur’an telah membuka jalan menyingkap ayat dan kesan-kesan Ilahi dengan mengajak manusia untuk menelaah sejarah, alam, dan dirinya sendiri.

B.     Kritik & Saran
Kami menyadari bahwa dengan segala keterbatasan yang kami miliki, maka kami mengharap atas kritikan dan saran para pakar dibidang menulis lebih-lebih terhadap Bapak Mohammad Farah Ubaidillah, S. Th. I, M. Hum selaku pemegang atau yang diberikan tugas makalah ini atas partisipasinya. Itu semua demi untuk mengembangkan kemampuan yang ada pada diri kami yang selama ini terpendam. Dan menjadi bahan acuan agar kami bisa memperbaikinya dikemudian hari atau esok hari.
























 DAFTAR RUJUKAN
Al Qaththan, Manna. Pengantar Studi Ilmu al Qur’an. Jakarta: Pustala al Kautsar Rosidin, Dedeng. (2003).
Munir, Ahmad. Tafsir Tarbawi. Yogyakarta: Teras. 2007.
Pandangan al Qur’an Tentang Ilmu dan Teknologi. [online]. Tersedia: http://meyheriadi.blogspot.com/2011/02/pandangan-al-quran-tentang-ilmu-dan.html [27 Februari 2012] Nasiri, Mustafa. (2012).
Esensi Ilmu Dalam Pandangan al Qur’an. [online]. Tersedia: http://www.taqrib.info [27 Februari 2012] Meyheriadi. (2011).
Akar-akar Pendidikan Dalam al Qur’an dan Hadits. Bandung: Pustaka Umat Meyheriadi. (2011).



No comments:

Post a Comment